SELAYANG PANDANG - Final Piala Champions, 27 Mei 1964.
Kejayaan Inter Milan saat menjuarai Piala Champions musim 1963/64 dikenang dengan periode Il Grande Inter. Masa keemasan Inter tersebut sangat dipengaruhi kedatangan dua nama ke dalam klub. Pertama, Angelo Moratti. Pengusaha minyak dan ayahanda pemilik Inter saat ini, Massimo, mengambil alih Inter pada 28 Mei 1955 dengan imbalan 100 juta lira. Masa kepemimpinan Moratti diwarnai akhir karir Giuseppe Meazza hingga menuju era keemasan pada 1960-an. Angelo akhirnya melepas kepemilikan klub setelah 13 tahun memilikinya.
Kedua, Helenio Herrera. Pelatih berkebangsaan Argentina ini mulai menukangi Inter pada 1960 saat pindah dari Barcelona. Herrera dikenal sangat mengedepankan kedisiplinan dan keras
dalam mengatur pemain. Herrera melarang pemain untuk minum minuman beralkohol dan merokok untuk menunjang program diet mereka.
Di atas lapangan, Il Mago memperkenalkan sistem Verrou, atau secara harfiah berarti "pintu petir". Sistem ini melahirkan Catenaccio, pola pertahan gerendel, yang memanfaatkan dua full-back sebagai wing-back untuk melancarkan serangan balik. Untuk membantu pertahanan, Herrera menggunakan seorang sweeper. Bek sayap legendaris Inter yang dilahirkan sistem Herrera adalah Giacinto Facchetti.
Pada Piala Champions 1963/64, Inter mencicipi masa kejayaan di Eropa. Sebelum laga final, Inter tak pernah sekalipun merasakan kekalahan. Delapan partai hanya diwarnai dengan dua kali hasil imbang, masing-masing melawan Borussia Dortmund pada semi-final dan Everton pada babak pertama.
Pada laga puncak, Inter menghadapi Real Madrid. Juara Spanyol ini memasuki masa senja keemasannya setelah memborong gelar Piala Champions beberapa tahun sebelumnya. Partai final kelak menjadi partai terakhir bagi Ferenc Puskas dan Alfredo di Stefano. Keduanya sudah berusia 38 tahun saat memainkan laga puncak yang dimainkan di Praterstadion, Wina. Skuad Herrera berintikan Luis Suarez, Jair, dan Sandro Mazzola, anak eks kapten Torino, Valentino, yang tewas pada musibah pesawat Superga, 1949.
Partai final menjadi lahirnya kejayaan Mazzola, sekaligus mengakhiri era keemasan para legenda Madrid. Mazzola memborong dua gol kemenangan Inter, yakni pada menit ke-43 dan 76. Aurelio Milani menjadi pencetak gol kedua Inter saat menyelingi kebolehan aksi Mazzola pada menit ke-61. Madrid hanya mampu membalas lewat gol Felo, sembilan menit setelah gol Milani.
Herrera memainkan formasi andalannya, Armando Picchi sebagai sweeper dan ditunjang dua bek sayap, Tarcisio Burgnich dan Facchetti yang sangat diandalkan saat melancarkan serangan balik. Suarez menjadi jenderal lini tengah. Inter juga mengandalkan kecepatan Jair, sayap asal Brasil, dan, tentu saja, ketajaman permainan Mazzola.
Strategi "pintu petir" Herrera terbukti ampuh. Carlo Tagnin mampu mematikan aksi Di Stefano, sedangkan kawalan ketat Aristide Guarneri membuat Puskas tak berkutik.
Data Fakta
Inter 3-1 Madrid
Tanggal : 27 Mei 1964
Tempat : Praterstadion, Wina, Austria.
Wasit : Josef Stoll (Austria)
Gol : 1-0 Mazzola 43', 2-0 Milani 61', 2-1 Felo 70', 3-1 Mazzola 76'
Susunan Pemain
Inter (1-4-3-2)
Giuliano Sarti; Armando Picchi; Tarcisio Burgnich, Carlo Tagnin, Aristide Guarneri, Giacinto Facchetti; Sandro Mazzola, Luis Suarez, Mario Corso; Jair, Aurelio Milani
Pelatih : Helenio Herrera
Madrid (4-3-3)
Jose Vicente; Pachin, Jose Santamaria, Ignacio Zoco, Isidro Sanchez; Felo, Lucien Muller, Alfredo di Stefano; Francisco Gento, Ferenc Puskas, Amancio Amaro
Pelatih : Miguel Munoz
Kutipan Kenangan
"Dia selalu naik turun lapangan, menerima bola dari kiper dan membawanya ke depan. Aku selalu membayanginya. Aku pernah berhadapan dengan banyak lawan, tapi pemain yang kujaga di Wina bukan pemain biasa. Setelah sepuluh menit pertandingan, dia sadar aku selalu mengikutinya, dia bertanya, 'Apa kamu harus selalu mengikutiku?' Aku jawab, 'Ya, jika Anda berhenti, permainan Real selesai'." - Carlo Tagnin, tentang lawan yang dikawalnya, Di Stefano.
"Mereka memang di pengujung karir, tapi mereka tetap menakutkan. Tagnin menjaga Di Stefano, Facchetti mengawasi Amancio, sedangkan Burgnich mewaspadai Gento. Tugasku mematikan Sang Kolonel, Ferenc Puskas. Dia punya kontrol bola yang sangat baik, eksekusi kilat, presisi, dan tendangan yang luar biasa keras." - Aristide Guarneri.
"Real bermain secara zona, sedangkan pertahanan mereka memainkan penjagaan orang per orang. Posisi Santamaria bebas, tapi selalu lima meter di belakang pemain lain. Pertandingan berjalan lancar bagi kami saat aku melakukan tendangan yang mengejutkan Vicente. Mereka lalu balas menekan, begitu pula kami. Gol kedua tercipta berkat kesalahan posisi Santamaria. Aku bebas dan mengejutkan semuanya. Santamaria tak menyangka aku ada di sana. Hingga lima menit terakhir, aku masih tak habis pikir kami sedang berhadapan dengan para pemain paling berbakat sepanjang masa." - Sandro Mazzola.
Kejayaan Inter Milan saat menjuarai Piala Champions musim 1963/64 dikenang dengan periode Il Grande Inter. Masa keemasan Inter tersebut sangat dipengaruhi kedatangan dua nama ke dalam klub. Pertama, Angelo Moratti. Pengusaha minyak dan ayahanda pemilik Inter saat ini, Massimo, mengambil alih Inter pada 28 Mei 1955 dengan imbalan 100 juta lira. Masa kepemimpinan Moratti diwarnai akhir karir Giuseppe Meazza hingga menuju era keemasan pada 1960-an. Angelo akhirnya melepas kepemilikan klub setelah 13 tahun memilikinya.
Kedua, Helenio Herrera. Pelatih berkebangsaan Argentina ini mulai menukangi Inter pada 1960 saat pindah dari Barcelona. Herrera dikenal sangat mengedepankan kedisiplinan dan keras
dalam mengatur pemain. Herrera melarang pemain untuk minum minuman beralkohol dan merokok untuk menunjang program diet mereka.
Di atas lapangan, Il Mago memperkenalkan sistem Verrou, atau secara harfiah berarti "pintu petir". Sistem ini melahirkan Catenaccio, pola pertahan gerendel, yang memanfaatkan dua full-back sebagai wing-back untuk melancarkan serangan balik. Untuk membantu pertahanan, Herrera menggunakan seorang sweeper. Bek sayap legendaris Inter yang dilahirkan sistem Herrera adalah Giacinto Facchetti.
Pada Piala Champions 1963/64, Inter mencicipi masa kejayaan di Eropa. Sebelum laga final, Inter tak pernah sekalipun merasakan kekalahan. Delapan partai hanya diwarnai dengan dua kali hasil imbang, masing-masing melawan Borussia Dortmund pada semi-final dan Everton pada babak pertama.
Pada laga puncak, Inter menghadapi Real Madrid. Juara Spanyol ini memasuki masa senja keemasannya setelah memborong gelar Piala Champions beberapa tahun sebelumnya. Partai final kelak menjadi partai terakhir bagi Ferenc Puskas dan Alfredo di Stefano. Keduanya sudah berusia 38 tahun saat memainkan laga puncak yang dimainkan di Praterstadion, Wina. Skuad Herrera berintikan Luis Suarez, Jair, dan Sandro Mazzola, anak eks kapten Torino, Valentino, yang tewas pada musibah pesawat Superga, 1949.
Partai final menjadi lahirnya kejayaan Mazzola, sekaligus mengakhiri era keemasan para legenda Madrid. Mazzola memborong dua gol kemenangan Inter, yakni pada menit ke-43 dan 76. Aurelio Milani menjadi pencetak gol kedua Inter saat menyelingi kebolehan aksi Mazzola pada menit ke-61. Madrid hanya mampu membalas lewat gol Felo, sembilan menit setelah gol Milani.
Herrera memainkan formasi andalannya, Armando Picchi sebagai sweeper dan ditunjang dua bek sayap, Tarcisio Burgnich dan Facchetti yang sangat diandalkan saat melancarkan serangan balik. Suarez menjadi jenderal lini tengah. Inter juga mengandalkan kecepatan Jair, sayap asal Brasil, dan, tentu saja, ketajaman permainan Mazzola.
Strategi "pintu petir" Herrera terbukti ampuh. Carlo Tagnin mampu mematikan aksi Di Stefano, sedangkan kawalan ketat Aristide Guarneri membuat Puskas tak berkutik.
Data Fakta
Inter 3-1 Madrid
Tanggal : 27 Mei 1964
Tempat : Praterstadion, Wina, Austria.
Wasit : Josef Stoll (Austria)
Gol : 1-0 Mazzola 43', 2-0 Milani 61', 2-1 Felo 70', 3-1 Mazzola 76'
Susunan Pemain
Inter (1-4-3-2)
Giuliano Sarti; Armando Picchi; Tarcisio Burgnich, Carlo Tagnin, Aristide Guarneri, Giacinto Facchetti; Sandro Mazzola, Luis Suarez, Mario Corso; Jair, Aurelio Milani
Pelatih : Helenio Herrera
Madrid (4-3-3)
Jose Vicente; Pachin, Jose Santamaria, Ignacio Zoco, Isidro Sanchez; Felo, Lucien Muller, Alfredo di Stefano; Francisco Gento, Ferenc Puskas, Amancio Amaro
Pelatih : Miguel Munoz
Kutipan Kenangan
"Dia selalu naik turun lapangan, menerima bola dari kiper dan membawanya ke depan. Aku selalu membayanginya. Aku pernah berhadapan dengan banyak lawan, tapi pemain yang kujaga di Wina bukan pemain biasa. Setelah sepuluh menit pertandingan, dia sadar aku selalu mengikutinya, dia bertanya, 'Apa kamu harus selalu mengikutiku?' Aku jawab, 'Ya, jika Anda berhenti, permainan Real selesai'." - Carlo Tagnin, tentang lawan yang dikawalnya, Di Stefano.
"Mereka memang di pengujung karir, tapi mereka tetap menakutkan. Tagnin menjaga Di Stefano, Facchetti mengawasi Amancio, sedangkan Burgnich mewaspadai Gento. Tugasku mematikan Sang Kolonel, Ferenc Puskas. Dia punya kontrol bola yang sangat baik, eksekusi kilat, presisi, dan tendangan yang luar biasa keras." - Aristide Guarneri.
"Real bermain secara zona, sedangkan pertahanan mereka memainkan penjagaan orang per orang. Posisi Santamaria bebas, tapi selalu lima meter di belakang pemain lain. Pertandingan berjalan lancar bagi kami saat aku melakukan tendangan yang mengejutkan Vicente. Mereka lalu balas menekan, begitu pula kami. Gol kedua tercipta berkat kesalahan posisi Santamaria. Aku bebas dan mengejutkan semuanya. Santamaria tak menyangka aku ada di sana. Hingga lima menit terakhir, aku masih tak habis pikir kami sedang berhadapan dengan para pemain paling berbakat sepanjang masa." - Sandro Mazzola.
No comments