Bursa Transfer

Cat-2

Cat-3

Cat-4

» » Tanpa APBD,Klub Klub Indonesia Bersiap Hadapi Seleksi Alam

Perjuangan PSMS untuk bisa berlaga musim depan tanpa APBD siap dinanti. Saat ini, Permendagri No 1 tahun 2011, larangan penggunaan APBD untuk klub profesional harus didukung.

Mantan pengurus PSMS tahun 1980-an, Vincent Widjaya, mengungkapkan, seharusnya klub memang tidak dibiayai lagi oleh pemerintah. Ibarat di Liga Eropa, klub-klub di sana bisa hidup tanpa APBD.  “Sepakbola bisa menjadi sebuah industri. Untuk menghidupi klub, mereka (klub di Eropa) sampai menjual saham secara terbuka. Keuangannya bisa melalui sponsor, iklan menjual souvenir dan ternyata bisa hidup,” ujarnya.
Sebenarnya, lanjutnya, sepakbola ini sudah semacam bisnis, apalagi di zaman globalisasi dan perdagangan bebas.  “Kalau masih dibiayai pemerintah, maka tak akan maju, karena akan menjadi beban bagi rakyat,” tegas pria yang juga pengusaha di Medan ini.
Vincent, sangat setuju klub harus mandiri. Walau menurut Vincent, jika ini dijalankan di Indonesia dengan serius,  berimbas akan banyaknya klub yang tidak bisa jalan atau mundur karena rugi.
“Namun ini adalah bagian dari seleksi alam, toh di Eropa juga ada klub yang rugi dan bangkrut,” tukasnya.

Selama ini, dia melihat bukan karena Indonesia negara berkembang dengan ekonomi yang jauh minim dibanding Eropa, yang menyebabkan sepakbola belum dikelola secara maksimal.  “Belum serius saja manajemen sepakbola melihat ini industri, kalau serius bakal berjalan kok. Kita, Indonesia, nomor empat terbanyak penduduknya di dunia, maka akan banyak yang bisa dilakukan untuk menjadikan olahraga ini dikelola secara professional,” bebernya.
Memang, tambah Vincent untuk menjadikan profesional, pemilik klub butuh modal, keseriusan, manajemen yang bagus, perusahaan/sponsor dan tentunya pengelolaan uang yang baik. “Jika mau pasti bisa dijalankan,” tegasnya lagi.
Kata Vincent, sepakbola itu adalah olahraga yang tidak terlalu mewah, namun ditonton banyak orang, karena lebih murah.  Dari sisi ekonomi, olahraga  ini menjanjikan. Sponsor sebenarnya tidak perlu didorong agar mau terjun mendukung sepakbola, karena semua akan berjalan otomomatis.
“Semua bisnis di Indonesia melihat posisi ini menjanjikan, dan pasti sponsor melirik ke sepakbola jika kita bisa mencontohkan klub dikelola dengan profesional. Tentu saja untuk menjadi sebuah bisnis haruslah tidak kerja sambilan,  walaupun pemilik klub perlu ekonomi mapan,” tuturnya.
Mantan Bendahara PSMS ini mengatakan dulu tim PSMS juga tak dibantu APBD, namun para pengurus saling mengumpulkan uang dan diletakkan di bank, dan bunga deposito dari uang yang disimpan itulah yang jadi pembiayaan klub.  “Jadi kita tek-tekan, kita enggak nombok kok, uang kita balik, dan bisa kita membiayai klub tanpa APBD,” ujarnya.
Dia merinci, dulu pemasukan klub juga banyak dari tiket, dimana animo masyarakat untuk menonton sangat luar biasa. “Uang dari tiket juga membantu untuk pembiayaan klub,” timpalnya.
Di luar itu, pengurus dan manajemen juga berhasil mendatangkan sponsor. Dia masih ingat produk rokok, alat-alat olahraga menjadi pemasukan, di mana produknya diletakkan di scoringboard.
Dia menyadari, saat ini pembiayaan untuk klub sepakbola memang sangat besar, berbeda dibanding saat dulu. “Kalau dulu kita enggak ada pembelian pemain sampai miliaran, enggak ada biaya untuk pemain yang terlalu banyak. Dulu, pemain juga enggak banyak permintaan, membela PSMS saja sudah sebuah penghargaan. Paling kita dulu hanya mengusahakan pemain dapatkan pekerjaan di BUMN, itu saja pemain sudah senang,” bebernya.
Untuk itu, dia mengatakan tantangan kini memang lebih, namun pasti bisa.  “Sepakbola bisa jadi industri, itu pasti bisa, sekarang butuh keseriusaan saja,” pungkasnya.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

About the Author Muhammad Afdhal

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

No comments

Leave a Reply

Streaming

video

Sepak Bola

INTER Dalam Sejarah

Artikel Bebas